Rabu, 27 Maret 2013

It's My Soul

Beragama tidak bisa ala kadarnya, melainkan total usaha menuju sempurna.

Sekarang pemahaman akhwat tentang jilbab terbelah dua. Pertama, biarlah memakai jilbab yang sedang-sedang saja, yang penting iffah dan izzah tetap terjaga. Kedua, justru dengan mengenakan jilbab lebar adalah peluang mengangkat derjat iffah dan izzah selaku muslimah.

Sikap tidak kompak ini terus berlanjut, pendirian terhadap hijab juga mengalami pengeroposan. Hal itu terlihat pada gejala akhwat yang mulai memendekkan jilbab pasca KKN (Kuliah Kerja Nyata), pasca nikah dan pasca-pasca lainnya.

Hanya dengan sedikit mencicipi dunia sosial yang lebih bebas, keteguhan hati berangsur-angsur longsor. Jilbab yang semulanya panjang terus naik, naik dan naik hingga kemudian melilit leher.
Fa aina tazhabun...?


Aneh memang, bisa saja kondisi menjadi terbalik. Seharusnya orang mempertanyakan muslimah yang belum berjilbab, tapi sekarang malah sibuk mempermasalahkan jilbab lebar. Sebagaimana pengakuan seorang akhwat, sebut sajalah namanya Bunga, akhwat yang baru saja diangkat sebagai pegawai negri sipil.

Betapa bahagianya segera mendapatkan pekerjaan, serasa masa depan cerah sudah dalam genggaman. Apalagi pekerjaan dosen amat bergengsi dan tidak semua orang cerdas beruntung meraihnya. Bunga lebih bersyukur lagi saat melihat nasib para senior yang tak kunjung jelas pekerjaannya.

Sekarang tinggal memikirkan langkah berikut, yaitu membina keluarga SAMARA (sakinah mawaddah wa rahmah). Namun mana ada hidup yang tanpa gelombang, suatu kali atasan memanggil.

‎"Anda ikut aliran apa, kok jilbabnya aneh begitu..?
Nanti orang-orang akan curiga, biasa-biasa sajalah dalam penampilan, " ujarnya sangat berwibawa.

Bunga langsung terkulai. Dia tidak ingin sering ditegur, lebih tidak ingin hilang kenyamanan dalam bekerja. Lambat laun jilbab yang dipakai sudah mengalami "penyesuaian", lagi pula dia ingin suasana baru. Pakaian kebesaran, jilbab lebar, gamis, manset sengaja dihibahkan pada yunior.


Berjilbab merupakan kewajiban yang tidak bisa ditawar lagi oleh muslimah. Allah memerintahkan agar perempuan beriman mengenakan jilbab sempurna. Q.S an-Nur ayat 59
"Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu."


Kategori jilbab yang syar'i, yaitu tidak transparan, menutup dada atau tidak pendek. Jilbab minimalis sering membuka peluang pamer bentuk tubuh. Karenanya Rasul menyuruh penggunaan jilbab sempurna hingga menutupi wilayah sensitif kewanitaan.

Kegunaannya selain untuk membedakan antara wanita terhormat dan seorang budak, juga demi memelihara kemuliaan. Manfaat yang bisa langsung dirasakan muslimah berupa penghormatan dan penghargaan yang lebih dari siapapun.


Jilbab lebar bukan masalah selera tetapi nurani. Sepeka apakah jiwa seorang muslimah tersentuh dengan seruan agama. Semakin sempurna menutup aurat makin tinggi keagungan sekaligus makin berat tanggung jawab moralnya.

Orang yang bersih hati akan merasa senang melihat akhwat dengan busana kebesaran. Ada ura istimewa terpancar yang membuatnya tampil beda, unik dan menyejukkan. Keistimewaan memang selalu menciptakan pesona. Ada rasa hormat, salut, kagum, dan rindu. Entahlah...! Barangkali disana letak wibawa sebuah busana takwa.

Pemakai jilbab lebar mendapat perlakuan berbeda, lebih santun dan lembut, meski dari orang yang tidak dikenal sekalipun. Kepercayaan yang muncul dari penilaian yang diberikan mereka terhadap busana yang dipakai. Maka teruslah berusaha menata dan memperbaiki diri. Jilbab yang dikenakan menjadi teladan bagi orang lain.

Namun masih saja jilbab lebar dipermasalahkan, apa sih dosanya...?


Kalau jilbab lebar tidak menjamin kualitas Iman sesorang, lantas apakah jilbab pendek bisa menjaminnya...? Mengapa jilbabya yang diserang, kenapa bukan kekeliruan pemakainya yang dinasehati agar diperbaiki..?

Siapapun tidak berhak menilai bahwa orang yang berjilbab lebar itu pasti salehah. Dan, tidak pula sebaliknya memvonis negatif bahwa orang berjilbab lebar sekedar topeng menutupi kejelekannya.
Mari kita perbaiki pemahaman kita tentang hal ini. Orangnya bukan jilbanya.


Nah, tak perlu risau bila ada orang negative thinking terhadap jilbab sempurna. Seyogianya akhwat berusaha tetap istiqamah dan mencari letak kekurangan diri lantas memperbaikinya. Kritikan menjadi pemicu dan motivasi untuk menjadi lebih baik, bukan kesempatan melarikan diri dari kebenaran. Nyatakan cinta dengan kritik..!

Di dunia fitnah itu biasa terjadi, seperti munculnya pandangan miring terhadap jilbab lebar. Sentimen merebak gara-gara sedikit kekhilafan, walupun yang berbuat cuma oknum segelintir.

Mulai terdengar nada-nada yang kurang merdu. Akhwat berjilbab lebar begitu lepas kendali dalam pergaulan. Sehingga tidak ada bedanya dengan wanita kebanyakan.


Apa nilai plus dari jilbab lebar mereka..? Jika tutur katanya begitu menyakitkan seolah-olah tidak mengenal tatakrama. Perbuatannya mendatangkan penderitaan, kehadirannya tidak membawa kesejukan atau kedamaian jiwa. Sifatnya jutek, bete, dan cuek kayak bebek. Mengesalkan memang kalau ketemu yang seperti ini.

Ironisnya, sejumlah pengagum jilbab lebar mengundurkan diri, lantaran akhlak pendahulu yang belum bisa dijadikan teladan. Akhirnya mereka mengurungkan niat suci mengikuti ajaran agama. Dengan alasan yang beragam pula tentunya...!

Kalau begitu yang terjadi jangan salahkan jilbab, tapi perbaiki pribadi orangnya...? Ketika pemakai jilbab mengalami inflasi, jilbab lebar jangan sampai ikut tenggelam. Itulah benteng terakhir harkat dan martabat akhwat.


Setiap orang punya kelebihan dan kekurangan. Barangkali ada yang sudah punya pemahaman tentang jilbab, sayang belum mampu menyeimbangkan dengan akhlak. Solusinya, istiqamah dengan busana takwanya sembari terus memperbaiki budi pekerti.

Seorang akhwat, idealnya mempunyai akhlak, tingkah laku, tutur kata dalam pergaulan lebih baik dari pada mereka yang berjilbab ala kadarnyua. Pribadinya bisa menjadi contoh atau panutan bagi mereka yang sebenarnya juga mengagumi bahkan ingin berjilbab sempurna.


Tapi akhwat juga manusia..! Kekhilafan atau kekurangan hal manusiawi yang lumrah terjadi. Tergantung kemauan untuk terus memperbaiki. No thing perfect in the world...!

Jangan sampai takut memakai jilbab sempurna berhubung khawatir menjelekkan citranya. Padahal sebenarnya tidak ingin taat karena mengikuti hawa nafsu. Mengapa harus minder dengan jilbab lebar yang mendulang pahala..? Sedangkan orang berbaju mini malah kelewat percaa diri, padahal jelas dikepung dosa.


Jika gadis-gadis norak CTKD (Cewek Tak Kenal Dosa) berani tampil baju ketat, setan pede saja dapat neraka. Busana syar'i dapat pahala dan surga harusnya lebih pede lagi. Mari beri dukungan bagi yang menyempurnakan hijab.
Hidup Akhwat..!



"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata." (QS. Al-Baqarah ayat 208)

Tidak ada komentar: